Jumat, 09 Maret 2012

Lavoisier, Ilmuan yang malang


Antoine Laurent Lavoisier
           
Lavoisier (1743-1749) adalah kimiawan perancis yang dijuluki Bapak Kimia Modern bersama kimiawan lainnya. Ia yang menyumbangkan teori flogiston dan mampu menjelaskan secara mengesankan mengenai berlakunya Hukum Kekelan Massa pada setiap reaksi kimia. Ia yang mengusulkan tata nama kimia, menemukan perbedaan unsur dan senyawa, menulis buku pelajaran Kimia yang pertama, dan ia juga yang mula-mula mengetahui pentingnya oksigen untuk pernafasan dan pembakaran. Selain menguasai ilmu Kimia, Lavoisir juga merupakan ahli ekonomi, ahli pertanian, ahli eksperimen, dan pegawai pemerintah yang brilian. Ia yang memperbaharui sistem pengukuran dan penimbangan di seluruh Eropa.
            Sejak kecil Lavoisier menderita penyakit perncarnaan yang kronis. Ia terpaksa banyak tinggal di rumah. Lamun Lavoisier pantang menyerah. Ia mempelajari banyak hal dan selalu ingin memperbaiki keadaan dan keterbatasannya tersebut. Pada usia 23 tahun, ia menulis esai mengenai penerangan kota. Esai cemerlangnya itu mendapat penghargaan berupa medali Emas dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Prancis. Ia diangkat sebagai anggota lembaga itu pada usia 25 tahun.
            Terlepas dari segala kecemerlangnya, Lavoisier bernasib malang. Ia memang berasal dari keluarga bangsawan, terseret arus revolusi Prancis. Pada Mei 1794, dalam usia 51 tahun, kepalanya dipenggal dengan pisau gilotin oleh kaum revolusioner. Akan tetapi, Lavoisier tetaplah ilmuan sejati. Sesaat sebelum meninggal, permintaan terakhirnya adalah penundaan waktu hukuman untuk menyelesaikan percobaan ilmiahnya. Kepada hakim ia berkata, “Saya ilmuwan, bukan bangsawan.” Akan tetapi, hakim menjawab, “Republik tidak membutuhkan ilmuwan.”
            Keputusan hakim tersebut akhirnya harus dibayar mahal dengan nyaw Lavoisier. Prancis telah kehilangan satu permatanya yang begitu berkilau. Sepeninggal Lavoisier, Lagrange, ahli matematika Prancis, berkata, “Perlu waktu satu detik untuk memenggal kepala Lavoisier, namun perlu waktu 100 tahun untuk menumbuhkannya kembali.” Nasi sudah menjad bubur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar