Antoine Laurent Lavoisier

Sejak kecil Lavoisier
menderita penyakit perncarnaan yang kronis. Ia terpaksa banyak tinggal di
rumah. Lamun Lavoisier pantang menyerah. Ia mempelajari banyak hal dan selalu
ingin memperbaiki keadaan dan keterbatasannya tersebut. Pada usia 23 tahun, ia
menulis esai mengenai penerangan kota. Esai cemerlangnya itu mendapat
penghargaan berupa medali Emas dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Prancis. Ia
diangkat sebagai anggota lembaga itu pada usia 25 tahun.
Terlepas dari segala
kecemerlangnya, Lavoisier bernasib malang. Ia memang berasal dari keluarga
bangsawan, terseret arus revolusi Prancis. Pada Mei 1794, dalam usia 51 tahun,
kepalanya dipenggal dengan pisau gilotin oleh kaum revolusioner. Akan tetapi,
Lavoisier tetaplah ilmuan sejati. Sesaat sebelum meninggal, permintaan
terakhirnya adalah penundaan waktu hukuman untuk menyelesaikan percobaan
ilmiahnya. Kepada hakim ia berkata, “Saya ilmuwan, bukan bangsawan.” Akan
tetapi, hakim menjawab, “Republik tidak membutuhkan ilmuwan.”
Keputusan hakim tersebut
akhirnya harus dibayar mahal dengan nyaw Lavoisier. Prancis telah kehilangan
satu permatanya yang begitu berkilau. Sepeninggal Lavoisier, Lagrange, ahli
matematika Prancis, berkata, “Perlu waktu satu detik untuk memenggal kepala
Lavoisier, namun perlu waktu 100 tahun untuk menumbuhkannya kembali.” Nasi
sudah menjad bubur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar